Selasa, 07 Februari 2012

Hay ,.... Cin.

Lama sekali tak ada kata-kata romantis yang terucap, tak ada canda tawa, tak ada godaan yang diberikan. Kemanakah semuanya ini pergi ? Bagaimana jadinya bila dunia ini tanpa ada itu semua ? Aku gak tahu tapi perasaan yang ada adalah perasaan tanpa semangat, tak ada kecerahan dan sebagian terasa kosong. 

Itulah kondisi awal yang kuhadapi setelah temen dekat aku memutuskan untuk mengikuti dinas suaminya dikota cirebon (kota udang). Mengikuti dinas suami dirasakan berat oleh dia karena harus meninggalkan semuanya dan pindah kelingkungan baru. Dimana dia tidak pernah jauh dari orang tua, tidak pernah jauh dari kota bogor untuk waktu yang lama.
Kehilangan temen dekat... itu yang kurasakan saat teman terdekat harus pergi meninggalkan aku. Kuingat terakhir berjumpa di November 2011, aku lupa tanggalnya tapi itu awal bulan. Saat terakhir dia mengucapkan kata tuk berpisah, tak ada kata-kata yang kuucapkan, kita hanya berpelukan dan tak terasa air mata dia dan aku mengalir tanpa henti,... dia bicara terbatah-batah dan berkata saya cinta dengan kantor ini bu,... sulit bagi saya tuk pergi tapi saya harus pergi karena ada yang lebih penting tuk dijalani. aku hanya bisa mengelus-elus punggung dia dan berkata " sudah yach jangan menangis,... saya yakin kamu bisa".  Kuberi Tisue untuk mengusap air mata yang keluar. Begitu dia sudah tenang dan air mata tidak keluar lagi dia keluar dari ruangan kerja aku dan berkata : " keliatan habis nangis gak bu,... ? Ku becandain aja : " yach pastinya kelihatan khan habis nangis.... kekekekeke" 


Memang ketergantungan kita terhadap sesuatu sering membutakan pikiran kita untuk menghadapi kematangan dan pendewasaan dalam suatu pernikahan. Sebagai contoh kita dekat dengan orang tua kita sehingga bila ada apa-apa sering kerumah orang tua walaupun itu sekedar untuk  silaturahmi saja atau numpang makan. Sehingga bila kita dihadapkan pada kondisi bahwa kita harus berjauhan dengan orang tua banyak ketakutan-ketakutan yang muncul yang bisa membutukan pikiran kita untuk bisa berpikir jernih.

Perlu diketahui bahwa kita punya Allah SWT yang senantiasa menjaga dan menemani kita 24 jam penuh. Allah SWT lebih lama menemani kita dibandingkan dengan suami kita ataupun orang tua kita karena mereka tidak bisa selama 24 jam menemani terus menerus. Bila kita senantiasa berserah kepada Nya. Insya Allah ada jalan yang senantiasa bisa kita lalui. Dengan menjalani kehidupan masing-masing setelah menikah merupakan jalan untuk menuju kependewasaan. Semua pendewasaan terutama pendewasan dalam pola pikir. Pola pikir yang selama ini bergantung dengan orang lain ternyata tidak sesulit yang dibayangkan, dan ternyata bisa kita kerjakan.

Untuk mbak Ati,... yang menjadikan aku sebagai panutan. Makasih yach...... terakhir aku sms dirimu sepertinya dirimu sudah bisa beradaptasi dengan kota cirebon dan lingkungan baru. Maaf kemaren dulu gak bisa mampir karena emang sopir bisnya gak mau berhenti dicirebon... masih lama dari tujuan akhir yaitu Semarang. kekekekekekekeke


Bagi teman-teman yang sudah menikah dan takut untuk mengambil keputusan hidup dengan suami, mudah-mudahan ini bisa menjadi inspirasi bahwa bila kita sudah berani memutuskan untuk berumah tangga maka janganlah kita mendzalimi orang tua kita karena ada suami yang senantiasa menjadi imam kita. Kasihan Orang tua kita yang sudah membesarkan kita masih saja terbebani dengan masalah rumah tangga kita. Biarkan mereka tenang dengan kehidupan masa tua mereka (khan saat memutuskan untuk menikah hal itu sudah termasuk bahwa imam kita yang harus kita acu untuk mencapai rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah. amien...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar